Untung Syamsuri
Masa kecil
Letkol Untung Sutopo Bin
Syamsuri di pindah dari Kebumen ke Desa Jayengan, Solo, pada tahun 1927.
Nama kecilnya adalah Kusman. Ayahnya bernama Abdullah dan bekerja
di sebuah toko peralatan batik di Pasar Kliwon, Solo. Sejak kecil Kusman telah
diangkat anak oleh pamannya yang bernama Syamsuri. Kusman masuk sekolah dasar
di Ketelan dan di sanalah dia mengenal permainan bola dan menjadi hobinya
kemudian hari. Karena senang bermain bola Kusman pernah menjadi anggota KVC
(Kaparen Voetball Club) di desanya. Setelah lulus sekolah dasar, Kusman
melanjutkan ke sekolah dagang namun tidak sampai selesai karena Jepang mulai
masuk ke Indonesia dan
Kusman bergabung ke dalam Heiho.
Karier
Semasa perang kemerdekaan Untung
bergabung dengan Batalyon Sudigdo yang berada di Wonogiri,
Solo. Selanjutnya Gubernur Militer Kolonel Sobroto memerintahkan agar Batalyon
Sudigdo dipindahkan ke Cepogo,
di lereng gunung Merbabu. Kemudian Kusman pergi ke Madiun dan
bergabung dengan teman-temannya. Setelah peristiwa
Madiun, Kusman berganti nama menjadi Untung Sutopo dan masuk TNI
melalui Akademi Militer di Semarang.
Letkol Untung Sutopo bin
Syamsuri, tokoh kunci Gerakan 30 September 1965 adalah salah satu lulusan
terbaik Akademi Militer. Pada masa pendidikan ia
bersaing dengan Benny Moerdani, perwira muda yang sangat
menonjol dalam lingkup RPKAD. Mereka berdua sama-sama bertugas dalam operasi
perebutan Irian Barat dan Untung merupakan salah
satu anak buah Soeharto yang dipercaya menjadi Panglima Mandala. Untung dan
Benny tidak lebih satu bulan berada di Irian Barat karena Soeharto telah
memerintah gencatan senjata pada tahun 1962.
Sebelum ditarik ke Resimen Cakrabirawa,
Untung pernah menjadi Komandan Batalyon 454/Banteng Raiders yang berbasis di
Srondol, Semarang.
Batalyon ini memiliki kualitas dan tingkat legenda yang setara dengan Yonif
Linud 330/Kujang dan Yonif Linud 328/Kujang II. Kelak dalam peristiwa G30S ini,
Banteng Raiders akan berhadapan dengan pasukan elite RPKAD di bawah komando Sarwo Edhie Wibowo.
Setelah G30S meletus dan
gagal dalam operasinya, Untung melarikan diri dan menghilang beberapa bulan
lamanya sebelum kemudian ia tertangkap secara tidak sengaja oleh dua orang
anggota Armed di Brebes, Jawa Tengah. Ketika tertangkap, ia tidak mengaku
bernama Untung. Anggota Armed yang menangkapnya pun tidak menyangka bahwa
tangkapannya adalah mantan Komando Operasional G30S. Setelah mengalami
pemeriksaan di markas CPM Tegal, barulah diketahui bahwa yang bersangkutan
bernama Untung.
Setelah melalui sidang Mahmillub yang
kilat, Untung pun dieksekusi di Cimahi, Jawa Barat pada tahun 1966, setahun
setelah G30S meletus.
Hubungan dengan Soeharto
Bagi Soeharto,
Untung bukanlah orang lain. Hubungan keduanya cukup erat apalagi Soeharto
pernah menjadi atasan Untung di Kodam Diponegoro. Indikasi kedekatan tersebut
terlihat pada resepsi pernikahan Untung yang dihadiri oleh Soeharto beserta
Ny. Tien Soeharto. Pernikahan tersebut berlangsung di Kebumen beberapa
bulan sebelum G30S meletus. Kedatangan komandan pada resepsi pernikahan anak
buahnya adalah hal yang jamak, yang tidak jamak adalah tampak ada hal khusus
yang mendorong Soeharto dan istrinya hadir pada pernikahan tersebut mengingat
jarak Jakarta - Kebumen bukanlah jarak yang dekat belum lagi ditambah pada masa
tahun 1965 sarana transportasi sangatlah sulit.
D. N. Aidit
DN
Aidit berbicara dalam kampanye PKI pada Pemilu 1955
Menjelang
dewasa, Achmad Aidit mengganti namanya menjadi Dipa Nusantara Aidit. Ia
memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang menyetujuinya begitu saja.
Dari
Belitung, Aidit berangkat ke Jakarta, dan pada 1940,
ia mendirikan perpustakaan "Antara" di daerah Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Kemudian ia masuk ke Sekolah Dagang
("Handelsschool"). Ia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial
Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia).
Dalam aktivitas politiknya itu pula ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang
kelak memainkan peranan penting dalam politik Indonesia, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Prof. Mohammad Yamin. Menurut sejumlah temannya, Hatta mulanya
menaruh banyak harapan dan kepercayaan kepadanya, dan Achmad menjadi anak didik
kesayangan Hatta. Namun belakangan mereka berseberangan jalan dari segi
ideologi politiknya.
Meskipun
ia seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit
menunjukkan dukungan terhadap paham Marhaenisme Sukarno dan membiarkan partainya berkembang.
Ia berhasil menjadi Sekjen PKI, dan belakangan Ketua. Di bawah kepemimpinannya,
PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan RRC. Ia mengembangkan
sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani
Indonesia(BTI), Lekra,
dan lain-lain.
Dalam
kampanye Pemilu 1955, Aidit dan PKI berhasil memperoleh banyak pengikut
dan dukungan karena program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia.
Dalam dasawarsa berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif
di antara partai-partai politik Islam dan militer. Berakhirnya sistem
parlementer pada tahun 1957 semakin meningkatkan peranan PKI, karena kekuatan
ekstra-parlementer mereka. Ditambah lagi karena koneksi Aidit dan pemimpin PKI
lainnya yang dekat dengan Presiden Sukarno, maka PKI menjadi organisasi massa
yang sangat penting di Indonesia.
Peristiwa
G-30-S
DN
Aidit saat memberikan sambutan pada ulang tahun ke-5 Partai
Persatuan Sosialis Jerman(Sozialistische Einheitspartei
Deutschlands) diBerlin (1958).
Pada 1965,
PKI menjadi partai politik terbesar di Indonesia, dan menjadi semakin berani
dalam memperlihatkan kecenderungannya terhadap kekuasaan. Pada tanggal 30 September 1965 terjadilah tragedi nasional yang
dimulai di Jakarta dengan diculik dan dibunuhnya enam
orangjenderal dan
seorang perwira.
Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa G-30-S.
Pemerintah Orde Baru di
bawah Jenderal Soeharto mengeluarkan versi resmi bahwa PKI-lah
pelakunya, dan sebagai pimpinan partai, Aidit dituduh sebagai dalang peristiwa
ini. Tuduhan ini tidak sempat terbukti, karena Aidit meninggal dalam pengejaran
oleh militer ketika ia melarikan diri keYogyakarta dan
dibunuh di sana oleh militer.
Kematian dan Kontroversi
Ada
beberapa versi tentang kematian DN Aidit ini. Menurut versi pertama, Aidit
tertangkap di Jawa Tengah, lalu dibawa oleh sebuah batalyon Kostrad ke Boyolali.
Kemudian ia dibawa ke dekat sebuah sumur dan disuruh berdiri di situ. Kepadanya
diberikan waktu setengah jam sebelum "diberesi". Waktu setengah jam
itu digunakan Aidit untuk membuat pidato yang berapi-api. Hal ini membangkitkan
kemarahan semua tentara yang mendengarnya, sehingga mereka tidak dapat
mengendalikan emosi mereka. Akibatnya, mereka kemudian menembaknya hingga mati.
versi yang lain mengatakan bahwa ia diledakkan bersama-sama dengan rumah tempat
ia ditahan. Betapapun juga, sampai sekarang tidak diketahui di mana jenazahnya
dimakamkan.
Selain
kematiannya, kelahiran Aidit pun bermacam-macam versi. Beberapa mengatakan
Aidit kelahiran Medan, 30 Juli 1923 dengan nama lengkap Dja'far Nawi
Aidit. Keluarga Aidit konon berasal dari Maninjau, Sumatera Barat yang
pergi merantau ke Belitung.[1] Namun banyak masyarakat Maninjau tidak
pernah mengetahui dan mengakui hal itu.
Tulisan DN Aidit
DN Aidit
banyak menuliskan pikiran-pikirannya dalam sejumlah buku dan tulisan. Sebagian
daripadanya adalah:
·
Sedjarah gerakan buruh Indonesia, dari tahun 1905
sampai tahun 1926 (1952)
·
Perdjuangan dan adjaran-adjaran Karl Marx (1952)
·
Menempuh djalan rakjat: pidato untuk memperingati
ulangtahun PKI jang ke-32 - 23 Mei 1952 (1954)
·
Tentang Tan Ling Djie-isme: referat jang
disampaikan pada kongres nasional ke-V PKI (1954)
·
Djalan ke Demokrasi Rakjat bagi Indonesia: (Pidato
sebagai laporan Central Comite kepada Kongres Nasional ke-V PKI dalam bulan
Maret 1954 (1955) / bahasa Inggris: The road to people's democracy for
Indonesia (1955)
·
Untuk kemenangan front nasional dalam pemilihan
umum, dan kewadjiban mengembangkan kritik serta meninggikan tingkat ideologi
Partai: Pidato dimuka sidang pleno Central Comite ke-3 PKI pada tanggal 7
Agustus 1955 (1955)
·
Pertahankan Republik Proklamasi 1945!: Perdjuangan
untuk mempertahankan kemerdekaan nasional, perdamaian dan demokrasi sesudah
pemilihan parlemen (1955)
·
Menudju Indonesia baru: Pidato untuk memperingati
ulang-tahun PKI jang ke-33 (1955)
·
Perjuangan dan adjaran-adjaran Karl Marx (1955)
·
Revolusi Oktober dan rakjat2 Timur (1957)
·
37 tahun Partai Komunis Indonesia (1957)
·
Masjarakat Indonesia dan revolusi Indonesia: (soal²
pokok revolusi Indonesia) (1958)
·
Sendjata ditangan rakjat (1958)
·
Kalahkan konsepsi politik Amerika Serikat (1958)
·
Visit to five socialist states: talk by D.N. Aidit
at the Sports Hall in Djakarta on 19th September (1958)
·
Konfrontasi peristiwa Madiun (1948) - Peristiwa
Sumatera (1956) (1958)
·
Ilmu pengetahuan untuk rakjat, tanahair & kemanusiaan
(1959)
·
Pilihan tulisan (1959)
·
Introduksi tentang soal2 pokok revolusi Indonesia
kuliah umum (1959)
·
Untuk demokrasi dan kabinet gotong rojong (laporan
umum Comite Central Partai Komunis Indonesia kepada Kongres Nasional ke-VI)
(1959)
·
Dari sembilan negeri sosialis: kumpulan laporan
perlawatan kesembilan negeri sosialis (1959)
·
Peladjaran dari sedjarah PKI (1960)
·
Indonesian socialism and the conditions for its
implementation (1960)
·
Memerangi liberalisme (1960)
·
41 tahun PKI (1961)
·
PKI dan MPRS (1961)
·
Perkuat persatuan nasional dan persatuan komunis!:
laporan politik ketua CC PKI kepada Sidang Pleno ke-III CC PKI pada achir tahun
1961 (1961)
·
Anti-imperialisme dan Front Nasional (1962)
·
Setudju Manipol harus setudju Nasakomn (1962)
·
Pengantar etika dan moral komunis (1962)
·
Tentang Marxisme (1962)
·
Untuk demokrasi, persatuan dan mobilisasi laporan
umum atas nama CC PKI kepada Kongres Nasional ke-VI (1962)
·
Indonesian communists oppose Malaysia (1962)
·
Berani, berani, sekali lagi berani: laporan politik
ketua CC PKI kepada sidang pleno I CC PKI, disampaikan pada tanggal 10 Februari
1963 (1963)
·
Hajo, ringkus dan ganjang, kontra revolusi: pidato
ulangtahun ke-43 PKI, diutjapkan di Istana Olah Raga "Gelora Bung
Karno" pada tanggal 26 Mei 1963 (1963)
·
Langit takkan runtuh (1963)
·
Problems of the Indonesian revolution (1963)
·
Angkatan bersendjata dan penjesuaian kekuasaan
negara dengan tugas² revolusi; PKI dan Angkatan Darat (1963)
·
PKI dan ALRI (SESKOAL) (1963)
·
PKI dan AURI (1963)
·
PKI dan polisi (1963)
·
Dekon dalam udjian (1963)
·
Peranan koperasi dewasa ini (1963)
·
Dengan sastra dan seni jang berkepribadian nasional
mengabdi buruh, tani dan pradjurit (1964)
·
Aidit membela Pantjasila (1964)
·
PKI dan Angkatan Darat (Seskoad) (1964)
·
Aidit menggugat peristiwa Madiun: pembelaan D.N.
Aidit dimuka pengadilan Negeri Djakarta, Tgl. 24 Februari 1955 (1964)
·
"The Indonesian revolution and the immediate
tasks of the Communist Party of Indonesia" (1964)
·
Untuk bekerdja lebih baik dikalangan kaum tani
(1964)
·
Dengan semangat banteng merah mengkonsolidasi
organisasi Komunis jang besar: Djadilah Komunis jang baik dan lebih balk lagi!
(1964)
·
Kobarkan semangat banteng! - Madju terus, pantang
mundur! Laporan politik kepada sidang pleno ke-II CCPKI jang diperluas dengan
Komisi Verifikasi dan Komisi Kontrol Central di Djakarta tanggal 23-26 Desember
1963 (1964) / bahasa Inggris: Set afire the banteng spirit! - ever forward, not
retreat! - political report to the second plenum of the Seventh Central
Committee Communist Party of Indonesia, enlarged with the members of the
Central, 1963 (1964)
·
Kaum tani mengganjang setan-setan desa: laporan
singkat tentang hasil riset mengenai keadaan kaum tani dan gerakan tani Djawa
Barat (1964)
·
Perhebat ofensif revolusioner di segala bidang!
Laporan politik kepada sidang pleno ke-IV CC PKI jang diperluas tanggal 11 Mei
1965 (1965)
·
Politik luarnegeri dan revolusi Indonesia (kuliah
dihadapan pendidikan kader revolusi angkatan Dwikora jang diselenggarakan oleh
pengurus besar Front Nasional di Djakarta) (1965)
·
Selain itu, sebagian dari tulisan-tulisannya juga
diterbitkan di Amerika Serikat dengan judulThe Selected Works of D.N. Aidit (2 vols.; Washington: US Joint
Publications Research Service, 1961).